KOMPAS.com – Rumah dua pelaku pembunuhan anak 11 tahun di Makassar, AD (17) dan MF (14) dirusak massa pada Selasa (10/1/2023).
Dilansir dari , masa mendatangi rumah AD yang berada di Jalan Batua Raya, Panakukkang, Makassar dan melakukan aksi perusakan.
Setelahnya, massa menuju rumah MF yang berada di Jalan Borong Raya, lahan kepunyaan Kodam XIV Hasanuddin dan melakukan hal yang sama.
Massa sengaja merusak rumah dua pelaku pembunuhan anak 11 tahun di Makassar lantaran geram dengan aksi keji tersebut.
Kedua pelaku AD dan MF membunuh korban yang berusia 11 tahun untuk diambil organ tubuhnya dan dijual untuk mendapat uang.
Emosi kolektif warga
Terkait aksi perusakan tersebut, Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, mengatakan hal itu termasuk tindakan kekerasan.
“Tindakan kekerasan yang tentu tidak bisa ditolerir, tidak boleh dilakukan di dalam negara hukum dan demokratis seperti Indonesia ini,” katanya kepada Kompas.com, Kamis (12/1/2023).
Meski begitu, perusakan yang dilakukan massa terhadap rumah AD dan MF dapat dipahami dan dijelaskan, menurut Drajat.
Alasannya pelanggaran yang dilakukan kedua anak di bawah umur itu termasuk pelanggaran yang menurut norma masyarakat dinilai sangat serius.
Drajat menambahkan, pembunuhan yang dilakukan AD dan MF tidak sekadar menyulut emosi pribadi, namun juga kolekstif atau masyarakat.
“Dengan melakukan penganiayaan dan membunuh bocah seperti itu sesuatu yang sangat serius. Sehingga masyarakat kemudian sangat marah,” ujar Drajat.
Tidak yakin pelaku dihukum dengan adil
Lebih lanjut, Drajat juga menilai perusakan terhadap rumah AD dan MF dilakukan karena masyarakat tidak yakin bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada dua pelaku pembunuhan ini akan setimpal.
Ia menuturkan, terjadi ketidakpercayaan pada sistem hukum yang berlaku dinilai tidak cukup untuk menghukum pelaku kejahatan sehingga masyarakat melakukan sosial kontrol.
“Ini memang satu suasana yang seperti tidak percaya bahwa hukum bisa memberi sanksi saat adil-adilnya sebagaimana rasa sakit rasa kehilangan yang dimiliki oleh keluarga itu,” ungkap Drajat.
Kendali yang dapat dilakukan masyarakat, kata Drajat, dilakukan dengan mengamuk, menyerang, bahkan merusak barang-barang.
Hal itu karena mereka tidak sepenuhnya yakin bahwa negara benar-benar dapat menerapkan hukum dengan berlaku secara adil.
“Memang kemudian seringkali masyarakat itu merasa kecewa karena kemudian ada pembela-pembela ya yang secara hukum dibenarkan tetapi itu kemudian bisa meringankan hukuman,” katanya.
Masyarakat merasa tidak sabar
Selain itu, Drajat menilai ada ketidaksabaran masyarakat untuk menindak pelaku kejahatan, seperti yang terjadi terhadap rumah AD dan MF.
Rasa tidak sabar muncul karena proses hukum yang dijalankan sesuai aturan tidak memberikan sanksi secara cepat.
Hal tersebut sebenarnya wajar mengingat kepolisian membutuhkan waktu untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan mengumpulkan barang bukti.
Belum lagi, proses hukum masih berlanjut ke kejaksaan sebelum pengadilan mengadili pelaku kejahatan.
“Jadilah kemudian karena adanya gap antara prosedur hukum dengan social control dengan kemarahan masyarakat, itulah yang kemudian menyebabkan masyarakat melalui pengrusakan,” terang Drajat.
Perusakan termasuk pelanggaran hukum
Walau perusakan terhadap rumah AD dan MF bisa dimengerti, namun Drajat mengingatkan bahwa massa yang melalukan aksi ini juga melanggar hukum.
Alasannya, rumah AD dan MF tidak hanya dihuni oleh kedua anak ini, tapi juga anggota keluarga lain yang tidak terlibat dalam kejahatan mereka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Warga #Rusak #Rumah #Pelaku #Pembunuhan #Makassar #Sosiolog #Tidak #Yakin #Hukum #Bisa #Adil
Klik disini untuk lihat artikel asli