KOMPAS.com – Penggunaan susu formula sebagai alternatif pengganti air susu ibu (ASI) memang selalu jadi kontroversi, bahkan sejak puluhan tahun lalu.
Dalam beberapa tahun terakhir, kampanye penggunaan ASI sebagai yang utama ketimbang menggunakan susu formula memang tengah jadi tren di banyak negara.
Di awal kemunculannya pada awal abad ke-20, kemunculan susu formula memang menjadi penyelamat bagi banyak bayi yang ditinggal mati ibunya, bayi yang sakit, atau bayi yang terlantar.
Namun demikian, semakin lama, memberi formula menjadi hal yang normal di kalangan para ibu. Penggunaan susu formula pun menjadi kontroversi. Perusahaan-perusahaan farmasi besar juga berlomba-lomba memproduksi susu formula.
Lalu bagaimana sebenarnya kode etik pemasaran yang berlaku bagi perusahaan-perusahaan produsen susu formula?
Wajib ASI di Indonesia
Di Indonesia sendiri, kewajiban bayi mendapatkan hak ASI sudah diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Disebutkan dalam Pasal 128, setiap bayi di Indonesia berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan hingga berusia 6 bulan.
Pengecualian pemberian ASI eksklusif sebagaimana diatur dalam pasal tersebut, yakni apabila bayi memerlukan penanganan medis atau indikasi medis sehingga tidak bisa menerima asupan ASI.
Untuk mendukung ASI ekslusif tersebut, setiap instansi pemerintah, BUMN, dan perusahaan swasta wajib menyediakan fasilitas khusus di tempat kerja untuk mendukung pemberian ASI eksklusif.
Sementara regulasi pembatasan kampanye atau iklan susu formula juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 39/2013.
Dua beleid ini bahkan menjelaskan secara terperinci tentang cara dan konten atau materi iklan susu formula yang disampaikan.
Kode etik iklan susu formula
Sementara itu apabila merujuk pada kode etik pemasaran susu formula yang dibuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), maka segala bentuk iklan susu formula oleh perusahaan pembuatnya adalah dilarang.
Berikut kode etik pemasaran susu formula dari WHO sebagaimana dikutip dari laman Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI):
- Dilarang mengiklankan formula bayi dan produk lain kepada masyarakat baik dalam televisi, media masa tulis, maupun sosial media.
- Dilarang memberikan sampel gratis kepada ibu-ibu. Hal ini berlaku juga untuk sampel yang diberikan secara terselubung melalui tenaga kesehatan, posyandu, atau layanan kesehatan lainnya.
- Dilarang promosi formula bayi di sarana pelayanan kesehatan. Promosi bisa berupa promosi terbuka seperti membuka booth atau poster-poster yang ditempel di fasilitas kesehatan, maupun promosi terselubung seperti logo perusahaan formula bayi di buku Kesehatan Ibu dan Anak, jam dinding, pulpen, dan lain-lain.
- Staf perusahaan atau sales produsen formula bayi tidak diperkenankan memberikan nasihat atau informasi secara langsung tentang formula bayi kepada orang tua bayi.
- Dilarang memberikan baik hadiah sebagai gratifikasi atau pun sampel produk kepada petugas kesehatan.
- Dilarang membuat gambar bayi atau gambar lainnya yang mengidealkan formula bayi pada label produk.
- Informasi kepada petugas kesehatan harus bersifat faktual dan ilmiah.
- Informasi tentang formula bayi, termasuk pada label, harus menjelaskan keuntungan menyusui dan biaya serta bahaya pemberian susu buatan.
- Produk yang tidak cocok seperti kental manis, dilarang dipromosikan untuk bayi. Hal ini dikarenakan banyak sekali pemakaian kental manis sebagai pengganti ASI akibat tidak terjangkaunya harga formula bayi untuk masyarakat dengan ekonomi bawah.
- Penjelasan tentang penggunaan formula bayi hanya dibolehkan untuk beberapa ibu yang betul-betul memerlukannya. Informasi yang disampaikan meliputi cara pembuatan yang benar dan risiko-risiko yang bisa ditimbulkan dari pemakaian formula bayi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Mengapa #Iklan #Susu #Formula #Sangat #Dibatasi
Klik disini untuk lihat artikel asli