JAKARTA, KOMPAS.com – Korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) di Kementerian Sosial (Kemensos) RI tahun 2020 diduga merugikan negara Rp 127,5 miliar.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, dugaan korupsi itu terkait penyaluran beras bansos yang dikerjakan perusahaan BUMN, PT Bhanda Ghara Reksa (BGR).
“Akibat perbuatan para Tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 127, 5 miliar,” ujar Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2023).
Alex mengungkapkan, PT BGR merupakan perusahaan berkecimpung di bidang jasa logistik. Mereka memiliki 20 kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pada Agustus 2020, Kemensos mengundang PT BGR untuk mengikuti audiensi. Mereka membahas rencana anggaran kegiatan penyaluran bansos untuk warga terdampak Covid-19 di Kemensos.
PT BGR yang diwakili Direktur Komersial Budi Susanto mempresentasikan kesiapan perusahaannya untuk menyalurkan bansos beras di 19 provinsi.
Sebagai persiapan, Budi memerintahkan Vice President Operasional PT BGR April Churniawan mencari rekanan yang akan menjadi konsultan pendamping.
Mendengar kesempatan ini, Direktur PT Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasehat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren dan tim penasehat PT PTP Roni Ramdani memasukkan penawaran harga menggunakan PT Damon Indonesia Berkah (DIB) Persero.
Tawaran mereka disetujui Budi dan menjadi pendamping penyaluran bansos beras.
Kemensos akhirnya memilih PT BGR sebagai penyalur bansos beras.
Direktur Utama PT BGR M Kuncoro Wibowo dan pihak Kemensos kemudian menandatangani kontrak kerjasama.
“Nilai kontrak Rp 326 miliar,” kata Alex.
Namun, dalam realisasinya, April Churniawan tanpa sepengetahuan Kuncoro dan Budiman menunjuk PT PTP milik Richard Cahyanto.
PT PTP menggantikan PT Damon Indonesia Berkah yang belum mengantongi dokumen legalitas pendirian perusahaan.
Rencana itu akhirnya diketahui Kuncoro, Budi, April, Ivo, Richard, dan Roni.
Kemudian, saat menyusun kontrak konsultan pendamping PT BGR dan PT PTP tidak disertai kajian dan perhitungan yang jelas.
“Sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh MKW ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati untuk dibuat mundur (backdate),” ujar Alex.
Pihak PT PTP, yakni Ivo, Richard dan Roni kemudian membuat konsorsium sebagai formalitas. Padahal, mereka tidak pernah mengirimkan beras.
Pada September sampai Desember 2020, Roni menagih uang muka dan termin jasa konsultasi ke PT BGR.
“Telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp 151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PTP,” kata Alex.
Selanjutnya, pada Oktober 2020 sampai dengan Januari 2021, pihak PTP menarik uang Rp 125 miliar. Tetapi, uang itu tidak digunakan untuk memberikan bansos beras.
Lebih lanjut, Alex menyebut dari kerugian negara RP 127,5 miliar itu, sejumlah RP 18,8 miliar di antaranya dinikmati oleh Ivo, Richard, dan Roni.
“Hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik,” kata Alex.
KPK pun menetapkan Kuncoro, Budi, April, Ivo, Roni, dan Richard sebagai tersangka.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#KPK #Sebut #Korupsi #Penyaluran #Beras #Bansos #Rugikan #Negara #Miliar
Klik disini untuk lihat artikel asli