KOMPAS.com – Pendiri sekaligus CEO Huawei, Ren Zhengfei secara terang-terangan mengaku sebagai penggemar produk Apple alias “Apple Fanboy”. Hal itu disampaikan Zhengfei secara terbuka di muka umum, tepatnya di acara International Collegiate Programming, kompetisi programming yang disponsori oleh Huawei bulan lalu.
Bukan cuma itu, Zhengfei juga tak segan memuji produk dari perusahaan asal Cupertino, California, Amerika Serikat (AS) itu. Zhengfei mengatakan, dia dan timnya kerap bertanya-tanya rahasia di balik kualitas produk Apple.
“Saya benar-benar senang memiliki Apple sebagai mentor, memberi kami pengalaman tidak ternilai untuk belajar dan membandingkan. Dalam kesempatan ini, rasanya tidak berlebihan jika menyebut saya sebagai penggemar (produk) Apple,” kata Zhengfei, dihimpun KompasTekno dari Giz China, Senin (25/9/2023).
Zhengfei juga bercerita bahwa putrinya turut menggunakan produk Apple saat masih berkuliah di AS. Kala itu, anak bungsunya, Annabel Yao merupakan mahasiswi di Harvard University pada 2016 hingga 2020.
Di industri teknologi dan pada umumnya, sangat langka ditemui seorang petinggi perusahaan menyebut, memuji, bahkan menyatakan ketertarikannya terhadap produk kompetitor secara terbuka, seperti yang dilakukan Zhengfei kepada Apple.
Pernyataan Zhengfei seolah menjadi “oasis” di tengah panasnya hubungan AS-China, terutama tentang Huawei, yang sudah terjadi selama bertahun-tahun. Bahkan, baru-baru ini, Huawei kembali mendapatkan tekanan dari AS, gara-gara smartphone Mate 60 Pro.
Pasalnya, ponsel itu diduga menggunakan System-on-Chip (SoC) yang memakai teknologi AS. Saat dirilis Agustus lalu, Huawei tidak menyebutkan SoC apa yang disematkan ke Mate 60 Pro.
Akan tetapi, perusahaan riset Tech Insight meyakini bahwa smartphone anyar itu ditenagai Kirin 9000s dengan fabrikasi 7 nanometer (nm) serta mendukung konektivitas 5G.
Chip itu dirancang oleh Huawei, bekerja sama dengan pabrikan semikonduktor China, Semiconductor Manufacturing International Corp (SMIC). Chip itu juga disebut sebagai chip pertama dari SMIC yang dirancang dengan desain fabrikasi 7 nm.
Pasalnya, chip paling canggih terakhir kalinya yang pernah dibuat SMIC adalah chip 14 nm. Untuk informasi, semakin kecil fabrikasi, maka semakin canggih pula SoC tersebut karena mampu menampung banyak transistor.
Kecanggihan itu lah yang membuat pemerintah AS curiga, bahwa Huawei dan SMIC, menggunaan teknologi AS untuk mengembangkan chip tersebut. AS sesumbar, Huawei tak mampu membuat chip canggih tanpa teknologi AS.
Di sisi lain, Huawei dan SMIC sudah masuk daftar hitam (entity list) yang membuat keduanya tidak bisa sembarangan menggunakan teknolog AS, kecuali atas izin Departemen Perdagangan AS.
Tak hanya membuat pemerintah AS naik pitam, DPR AS, Mike Gallagher juga menyerukan untuk melarang sepenuhnya ekspor teknologi apa pun yang berkaitan dengan Huawei dan SMIC.
Bukan pujian pertama
Pujian Zhengfei terhadap Apple sebenarnya bukan yang pertama kali. Tahun 2019 lalu, di tahun yang sama ketika Huawei masuk daftar hitam, Zhengfei juga pernah mengatakan bahwa Apple adalah panutan Huawei dalam hal privasi di produknya.
Ia juga pernah mengatakan bahwa Huawei harus belajar dari Apple dalam hal strategi penetapan harga, sebagaimana dihimpun dari South China Morning Post.
Setelah masuk daftar hitam, Zhengfei juga memberikan pernyataan yang “legawa”.
“Sanksi dari AS tentunya memberi tekanan terhadap Huawei, tetapi tekanan tersebut sama seperti motivasi,” ungkap Zhengfei.
“Usai tindakan keras dari AS, kami dipaksa untuk beralih ke platform (atau infrastruktur) lain, yang mana hal itu sulit. (Namun), kini kami sudah membangun platform sendiri. Belum tentu berjalan sesuai dengan landasan platform di AS, tetapi pastinya akan saling berhubungan,” jelasnya.
Sebagai informasi, sejak masuk daftar hitam oleh AS, Huawei tidak bisa lagi menggunakan teknologi AS secara bebas seperti sebelumnya. Hal itu termasuk penggunaan komponen hardware, seperti chip, dan software.
Walhasil, smartphone Huawei tak menjalankan sistem operasi Android dan dibekali layanan Google Mobile Service (GMS) sejak 2019. Aplikasi populer Google, seperti YouTube, Gmail, Google Maps, dan sebaginya, tidak dapat diinstal secara mudah di smartphone Huawei.
Pembatasan itu lantas membuat pasaran smartphone Huawei secara global kelimpungan. Sebelum diblokir AS, Huawei sempat masuk lima besar produsen smartphone global.
Misalnya pada kuartal IV-2017, data Gartner menunjukkan Huawei berada di posisi ketiga setelah Samsung dan Apple. Kemudian pada awal 2018, Apple untuk pertama kalinya disalip oleh perusahaan asal China itu.
Bahkan setelah masuk dalam daftar hitam, tepatnya pada April tahun 2020, Huawei sukses merebut kepemimpinan Samsung dalam 5 besar merek ponsel global. Saat itu Huawei menguasai 21,4 persen pangsa pasar smartphone global, sementara Samsung 19,1 persen.
Namun, perlahan sanksi dari AS mulai mengoyak bisnis ponsel Huawei. Nama merek itu kini tidak lagi nampang di daftar lima besar merek ponsel global.
Huawei bahkan menjual sub-mereknya Honor ke Shenzhen Zhixin New Information pada November 2020 dan memangkas produksi ponselnya sejak awal 2021.
Hingga saat ini, Huawei masih menjual ponsel, khususnya untuk seri menengah ke atas. Meski demikian popularitasnya kian meredup karena tak lagi didukung teknologi asal negeri Paman Sam.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Momen #Langka #Bos #Huawei #Puji #Apple #dan #Mengaku #Fanboy
Klik disini untuk lihat artikel asli