Seluruh Fraksi Satu Suara Arsul Sani Gantikan Hakim MK Wahiduddin Adams

  • Whatsapp

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi III memutuskan Wakil Ketua MPR sekaligus Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani sebagai hakim konstitusi menggantikan Wahiduddin Adams, yang telah memasuki masa purnabakti pada Januari 2024.

Read More

Penetapan Arsul Sani sebagai hakim konstitusi berjalan mulus. Sembilan fraksi di Komisi III setuju memberikan dukungannya kepada politikus senior PPP itu.

“Jadi sembilan fraksi, semuanya mengusulkan satu nama Bapak Doktor Arsul Sani,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir saat mengumumkan hasil rapat pleno pengambilan keputusan pasca fit and proper test di ruang rapat Komisi III DPR-RI, Selasa (27/9/2023).

Terpilihnya Arsul Sani menggugurkan enam kandidat lainnya yakni Reny Halida Ilham Malik, Firdaus Dewilmar, Elita Rahmi, Aidul Fitriciada Azhari, Hirida Hasan dan Abdul Latif.

Ketua Komisi III DPR-RI Bambang Wuryanto mengatakan, Arsul terpilih karena dinilai sudah khatam dalam pembuatan undang-undang. 

Selain itu, ia menyebut bahwa ada kegusaran dari DPR karena seringkali produk Undang-Undang yang mereka buat dipatahkan dalam proses judicial review di MK.

Pembatalan Undang-Undang oleh MK, kata Bambang, bisa jadi lantaran sembilan Hakim MK saat ini tidak memahami secara mendalam dinamika pembuatan Undang-Undang di DPR.

Pria yang karib disapa Bambang Pacul ini merasa MK tidak pernah menanyakan dinamika pembuatan Undang-Undang karena tak pernah menjadi anggota Dewan.

“Kita tidak pernah diajak bicara tiba-tiba dibatalkan, padahal kita kerjakan dibatalkan, kenapa? Karena mohon maaf karena tidak ada satupun yang punya profesi sebagai DPR,” katanya.

“Memahami SOP (Prosedur Operasi Standar) yang ada di DPR itu salah satu pertimbangan beberapa kawan tadi yang memilih Arsul Sani dan juga memang menguasai S1 juga di hukum, dan juga di DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI,” tutup politikus PDI-P ini.

Siap mundur

Ditemui usai uji kelayakan dan kepatutan, Arsul mengaku siap mundur dari posisinya saat ini sebagai Wakil Ketua MPR dan Waketum PPP.

Ia memahami bahwa jabatannya yang baru memiliki konsekuensi untuk melepas seluruh jabatan yang melekat, termasuk keanggotannya di partai politik.

“Misalnya saya dipilih kosekuensinya ya berhenti dari DPR, mundur sebagai pimpinan MPR bahkan mundur sebagai anggota partai. Karena itu Undang-Undang,” ucapnya.

“Di Undang-Undang MK itu disebutkan bahwa Hakim MK itu tidak boleh menjadi anggota parpol dan tidak boleh menjadi pejabat negara, itu memang harus ditaati,” sambung dia.

Ia memastikan bakal bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya.

Salah satunya, menghindari panel hakim yang akan mengadili sengketa pemilu, khususnya yang berkaitan dengan mantan parpolnya kelak.

“Maka saya tidak boleh ada dalam panel yang mengadili sengketa yang melibatkan PPP, itu dulu untuk benturan kepentingan,” imbuh dia.

Ia mengatakan, Hakim MK nantinya berjumlah 9 orang, dan setiap panel akan diisi oleh tiga Hakim MK.

Dengan cara itu, dia yakin bisa menjaga independensinya sebagai Hakim MK khususnya dalam perkara kepemiluan.

“Nah kalau yang Pilpres saya bilang Pilpres ini kemudian tidak boleh menjadikan kita bersifat parsial, karena kan sengketa pemilu termasuk Pilpres itu kan sengeketa klasik ya kita kalau bicara hasil itu berarti bicara angka-angka utamanya,” pungkas Arsul.


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

#Seluruh #Fraksi #Satu #Suara #Arsul #Sani #Gantikan #Hakim #Wahiduddin #Adams

Klik disini untuk lihat artikel asli

Related posts