JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar Pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof Suyanto menyatakan, sekolah dan orangtua perlu membentuk karakter siswa selain mengedepankan aspek kognitif, menyusul fenomena perundungan antar-siswa di lingkungan sekolah.
Menurut dia, pendidikan karakter harus berbasis pada perilaku untuk menciptakan siswa berkualitas ketimbang hanya berfokus pada nilai dan kurikulum.
Ia yakin, perundungan yang terjadi di sekolah dan satuan pendidikan sedikit banyak dipengaruhi oleh timpangnya pendidikan karakter dengan pendidikan formal.
“Pendidikan karakter itu harus berbasis perilaku. Tidak hanya berbasis pengetahuan. Tidak cukup anak itu adalah mempunyai pengetahuan tentang karakter yang biasanya. Memang harus ada moral knowing atau pengetahuan moral, dihayati, lalu dilakukan moral feeling, moral action, seperti itu,” kata Suyanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/9/2023).
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Guru Besar (MGB) UNY ini menuturkan, pendidikan karakter di berbagai negara maju justru didahulukan dibanding capaian akademiknya.
Sebab, penanaman karakter sangat sulit. Mengacu pada beberapa riset, ia menyampaikan, penanaman karakter perlu pembiasaan (habituasi) paling tidak 20 kali.
“Sedangkan untuk mengikis karakter yang jelek, lebih sulit lagi. Paling tidak ada habituasi 100 kali dengan cara mencoba memberi contoh dan lain-lain,” kata dia.
Adapun untuk mendidik karakter siswa, guru dan orangtua perlu menjadi suri tauladan (role model) yang baik, di tengah maraknya konten buruk di media sosial.
Ia tidak memungkiri, mudahnya akses media sosial membuat siswa perlu dibimbing untuk membedakan konten yang baik dan buruk.
Sebab, bukan tidak mungkin, konten yang diserap siswa dan anak-anak dari media sosial akan menginspirasi perilakunya.
“Dari konten (buruk) itu anak-anak itu punya imajinasi dan inspirasi yang tidak normal sehingga terjadi perilaku tidak ada empati, tidak care, tidak saling menghargai dengan sesama temannya. Oleh karena itu, jika orangtua ingin anaknya baik, harus diawasi dalam arti diarahkan ketika dia memiliki gadget,” tutur Suyanto.
Lebih lanjut ia menjabarkan, mengajarkan perilaku baik bisa dimulai dari hal yang kecil, misalnya, kata dia, mengajari baris-berbaris, membiasakan budaya antre di sekolah, hingga memberikan pelatihan yang berkaitan dengan aspek perilaku.
Tak hanya itu, membimbing siswa ketika mengalami masalah dan mencari jalan keluar.
“Kadang sekolah itu (menganggap) pengembangan karakter enggak kelihatan, nilainya susah, hasilnya tidak seketika jika dibandingkan dengan ilmu fisika, matematika, kimia, whatever. Sekolah harus kembali mengajarkan karakter secara terintegrasi,” ucap Suyanto.
Perundungan banyak terjadi di satuan pendidikan. Perundungan ini melibatkan siswa dengan siswa, atau siswa dengan tenaga pendidik.
Terbaru, kasus perundungan antar siswa di Cilacap, Jawa Tengah, viral di media sosial.
Dalam video berdurasi 4 menit 14 detik itu, tampak seorang siswa dianiaya. Siswa tersebut beberapa kali mendapat pukulan dan tendangan dari pelaku yang mengenakan topi.
Begitu videonya viral, pada Selasa malam (26/9/2023) polisi bergerak mengamankan pelaku perundungan, MK, yang berada di rumahnya.
Polisi mengerahkan ratusan anggotanya buntut banyaknya massa yang sudah memadati rumah pelaku.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Cegah #Perundungan #Sekolah #Pendidikan #Karakter #Perlu #Ditekankan
Klik disini untuk lihat artikel asli